PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara yang sangat
kaya baik dari segi alam maupun suku budaya yang ada. Bangsa Indonesia
merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks.
Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah
mayarakat multikultural. Bila kita mengenal masyarakat sebagai sekelompok
manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka mampu
mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan
sosial dengan batas-batas tertentu (Linton), maka konsep masyarakat tersebut
jika digabungkan dengan multikurtural memiliki makna yang sangat luas dan
diperlukan pemahaman yang mendalam untuk dapat mengerti apa sebenarnya
masyarakat multikultural itu.
Pada
dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari
kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut
kondisi geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana stiap pulau tersebut
dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat
tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri. Tentu
saja hal ini berimbas pada keberadaan kebudayaan yang sangat banyak dan
beraneka ragam.
Dalam
konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan masyarakat
yang berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu kebudayaan
nasional yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun, dalam
pelaksanaannya masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi terbentuknya
multikulturalisme di masyarakat.
PEMBAHASAN
Seperti
kita ketahui terdapat lebih dari 300 kelompok
etnik atau suku bangsa
di Indonesia atau tepatnya 1.340 suku bangsa
menurut sensus BPS tahun 2010.
Suku Jawa adalah kelompok suku terbesar di
Indonesia dengan jumlah mencapai 41% dari total populasi. Orang Jawa kebanyakan
berkumpul di Pulau Jawa,
akan tetapi jutaan jiwa telah bertransmigrasi dan tersebar ke berbagai pulau di
Nusantara bahkan bermigrasi ke
luar negeri seperti ke Malaysia danSuriname. Suku Sunda, Suku Melayu,
dan Suku Madura adalah kelompok terbesar berikutnya di
negara ini. Banyak suku-suku
terpencil, terutama diKalimantan dan Papua, memiliki populasi
kecil yang hanya beranggotakan ratusan orang. Sebagian besar bahasa daerah
masuk dalam golongan rumpunBahasa Austronesia, meskipun demikian
sejumlah besar suku di Papua tergolong dalam rumpun bahasa Papua atau
Melanesia. Berdasarkan data Sensus 2000, suku Tionghoa Indonesia berjumlah sekitar 1% dari total
populasi. Warga keturunan
Tionghoa Indonesia ini berbicara dalam berbagai dialek bahasa Tionghoa,
kebanyakan bahasa Hokkien dan Hakka.
Pembagian kelompok
suku di Indonesia pun tidak mutlak dan tidak jelas akibat perpindahan penduduk,
percampuran budaya, dan saling pengaruh, sebagai contoh sebagian pihak
berpendapat orang Banten dan Cirebon adalah suku tersendiri dengan dialek yang
khusus pula, sedangkan sementara pihak lainnya berpendapat bahwa mereka
hanyalah sub-etnik dari suku Jawa secara keseluruhan. Demikian pula Suku Baduy yang sementara pihak menganggap mereka
sebagai bagian dari keseluruhan Suku Sunda.
Contoh lain percampuran suku bangsa adalah Suku Betawi yang merupakan suku bangsa hasil
percampuran berbagai suku bangsa pendatang baik dari Nusantara maupun orang
Tionghoa dan Arab yang datang dan tinggal di Batavia pada era kolonial.
LATAR
BELAKANG KONFLIK LINTAS BUDAYA SUKU BALI dan SUKU TONDANO
Dalam
konteks konflik lintas budaya, saya akan menceritakan dan menganalisis sedikit
tentang contoh konflik lintas budaya dalam hal pernikahan campur suku dan agama
yang akan dilangsungkan dalam waktu dekat ini. saya memiliki
keluarga yang saat ini bertempat tinggal di Pulau Bali. Mereka tinggal di Pulau
Bali sudah sejak lama. Yang bertempat tinggal disana adalah kakak perempuan
papa saya, suami, beserta kedua anak laki-lakinya. Sementara saat ini yang akan
menikah adalah anak laki-laki kedua dari kakak perempuan papa saya, sebut saja
namanya Leo. Dia hendak menikah dengan Lita yang bertempat tinggal di Manado
(Sulawesi Utara). Acara pernikahan tersebut akan dilangsungkan di dua tempat,
yaitu di Manado, kemudian dilanjutkan di Pulau Bali. Tentunya kedua calon
mempelai ini mempunyai suku dan agama yang berbeda pula. Si Leo berasal dari
Suku Bali dan beragama Budha, sementara Lita berasal dari Suku Tondano dan
beragama Kristen Protestan. Seperti saya sebutkan tadi bahwa mereka berasal
dari keluarga yang bertolak belakang dalam segi suku dan agama. Tentu saja
kedua calon mempelai ini juga memiliki tradisi atau adat istiadat pernikahan
yang berbeda pula. Bagi keluarga Lita, mereka memiliki suatu tradisi pernikahan
yang sangat unik. Keluarga dari pihak Lita mewajibkan pihak Leo untuk membeli
sebidang tanah di Manado, tempat tinggal Lita saat ini. Tanah itu harus seharga
50 juta rupiah. Pihak Lita berkata bahwa tradisi ini adalah tradisi pernikahan
masyarakat Tondano jika ada yang hendak melamar anak Gadis Tondano. Tentu saja
hal ini bertolak belakang dengan tradisi masyarakat Bali maupun Surabaya,
tempat saya tinggal saat ini. Hal ini dinilai sebagai hal yang kurang lazim
bagi keluarga Leo di Bali maupun bagi saya dan keluarga saya di Surabaya.
Menurut kami, tidak ada tradisi pernikahan yang seperti itu di masyarakat
Surabaya maupun di Bali. Kalaupun ada di Surabaya kita temui seperti pernikahan
masyarakat yang beragama Islam. Mereka harus memberi seperangkat emas kawin
kepada pihak perempuan, namun tidak ditentukan jumlahnya berapa rupiah.
Sehingga saya mengansumsikan sepertinya untuk melamar anak gadis Tondano
diperlukan biaya 50 juta rupiah yang berupa sebidang tanah. Selain daripada
itu, keluarga Lita juga memiliki tradisi yang lain. Dalam melangsungkan
pernikahan ini, pihak Leo harus memberikan uang tunai 75 juta rupiah kepada
pihak Lita untuk biaya pernikahan di Manado. Saya berpikir bahwa hal ini adalah
tradisi yang sangat unik. Belum pernah saya menemukan tradisi pernikahan seunik
ini sebelumnya. Seolah-olah tradisi ini menuntut biaya yang sangat banyak dari
pihak calon mempelai pria. Tentu saja macam tradisi yang kedua ini juga dunilai
tidak lazim bagi keluarga di Bali maupun di Surabaya. Tentu hal ini membuat
saya dan keluarga Leo kaget dan terkejut. Bahkan, sebelumnya mereka hendak
untuk membatalkan melamar anak gadis Tondano tadi. Keluarga Leo berpikir bahwa
syarat dan tradisi tersebut tidak logis. Sehingga mereka agak ragu untuk
memenuhi prasyarat ini dan bahkan sempat berpikiran negatif pada keluarga anak
gadis Tondano. Disinilah mulai timbul konflik lintas budaya. Kedua orangtua Leo
sempat ingin mengurungkan niatnya untuk melamar dan menikahkan Leo dengan Lita.
Namun, setelah beberapa hari kemudian, kedua orangtua Leo mulai berpikir dengan
kepala dingin dan berunding untuk menentukan keputusan itu. Diputuskannya kedua
orangtua Leo tetap merestui pernikahan Leo dengan Lita karena orangtua Leo tahu
kalau mereka saling mencintai dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Untung
saja pihak Leo adalah keluarga yang cukup mapan, sehingga keluarganya dapat
memenuhi tuntutan Keluarga Lita. Pada akhirnya, pernikahan itu akan tetap
dilangsungkan pada bulan Mei mendatang.
Dari
cerita ini saya dapat menarik kesimpulan bahwa masyarakat Tondano memiliki adat
istiadat dan tradisi yang unik bagi siapapun yang hendak melamar dan menikahi
anak gadis Tondano. Tradisi tersebut adalah pihak calon pengantin pria harus
membeli sebidang tanah di Manado yang seharga dengan 50 juta rupiah dan
memberikan dana sebesar 75 juta rupiah kepada pihak calon pengantin wanita
untuk biaya pernikahan di Manado.
Disinilah
kita dapat melihat bahwa setiap daerah atau suku memiliki tradisi yang
berbeda-beda. Yang mana kita tahu, Indonesia merupakan negara majemuk.
Setiap manusia dilahirkan dengan karakteristik yang berbeda-beda. Sehingga pada
jaman dahulu kala, manusia-manusia ini bersama membuat suatu ketetapan atau
peraturan bersama yang pada akhirnya kita sebut saat ini dengan tradisi atau
adat istiadat. Adat istiadat setiap daerah dapat berbeda-beda karena juga
dipengaruhi letak geografis tempat tinggal mereka. Oleh sebab itu, diperlukan
rasa toleransi yang tinggi antar sesama manusia di dunia ini, supaya tidak
terjadi konflik dan integrasi bangsa tetap terjaga.
PENUTUP
Bangsa
Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat
kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan
istilah mayarakat multikultural. Pembentukan
masyarakat yang berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu
kebudayaan nasional yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun, dalam
pelaksanaannya masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi terbentuknya
multikulturalisme di masyarakat. Oleh sebab itu peranan kita dan kebijakan
pemerintah sebagai masyarakat indonesi sangat diperlukan untuk melestarikan
keanekaragaman bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar